Hampir
53 tahun sudah masyarakat Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional
dengan harapan semua anak Indonesia dapat bersekolah dan menyelesaikan
jenjang pendidikannya. Bahkan sejak tahun 2005, Jakarta sudah
menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun dan segera bergerak
menuju wajib belajar 12 tahun pada tahun 2013.
Namun
kenyataannya, masih tercecer potret usang dunia pendidikan bagi kaum
papa. Fachry, bocah yang seharusnya sudah duduk di bangku Sekolah
Menengah Pertama ini, terpaksa menanggalkan mimpinya untuk terus
mengenyam pendidikan lantaran tidak ada biaya. Kala itu, penghasilan
ibunya sebagai tukang cuci tidak cukup untuk membiayai sekolah sehingga
Fachry terpaksa putus sekolah saat masih duduk di bangku kelas empat.
"Bapak
udah nggak kerja. Ibu dulu juga jadi tukang cuci. Jadi buat bantu ibu,
aku kerja aja. Duitnya bisa untuk makan rame-rame," kata Fachry yang
akrab disapa Tompel oleh teman-temannya ini, ketika dijumpai di ITC
Mangga Dua, Jakarta, Selasa (1/5/2012).
Ya, Fachry kecil
harus ikut mencari nafkah agar dapur di rumahnya tetap mengepul. Untuk
itu, tiap hari ia berjalan dari rumahnya menuju ITC Mangga Dua sebagai
pengangkat barang belanjaan pusat perbelanjaan tersebut.
Biasanya,
bocah kecil ini berangkat siang hari hingga pusat perbelanjaan tersebut
tutup. Upah yang didapatnya per hari juga tidak menentu yaitu antara Rp
30.000 - Rp 200.000.
"Nggak tentu, kak. Kalau rezekinya
banyak, ya banyak. Biasanya hari Minggu rame yang dateng, dapetnya juga
lumayan. Karena kalau pulang nggak bawa sesuatu buat ibu, rasanya nggak
enak, kak," ungkap Fachry yang sejak 2009 sudah menjadi pengangkat
barang di ITC Mangga Dua.
Tanpa ragu, ia pun mengajak
Kompas.com untuk menyusuri rel di sebelah pusat perbelanjaan Mangga Dua
tersebut untuk mampir ke rumahnya sambil terus bercerita. Ia menuturkan
bahwa dirinya dan temannya kerap dikejar petugas keamanan saat hendak
menawarkan jasa angkat barang, hingga akhirnya ada seorang pemilik toko
di ITC Mangga Dua yang memberikan sekumpulan bocah ini seragam dan
jaminan berkelakuan baik.
Dengan seragam tersebut, Fachry
dan teman-temannya dikenal sebagai "Anak-anak Macgyver" karena kebetulan
toko yang memberikan mereka seragam tersebut bernama toko "Macgyver".
Namun jika saat ini berkeliling di ITC Mangga Dua, anak-anak berseragam
ini sudah tidak tampak lagi karena ada larangan dari pusat perbelanjaan
tersebut.
"Gara-gara ada yang gangguin pembeli, ada juga
yang mainan eskalator. Terus ada yang ngambil barang, akhirnya dipanggil
dan nggak boleh lagi. Gara-gara satu, semuanya jadi kena. Ya sekarang
akhirnya nggak pake seragam," kenang anak ketujuh dari delapan
bersaudara ini.2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar